
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD buka suara mengenai kisruh yang terjadi di tubuh Partai Demokrat. Ia mengatakan, pemerintah akan turun tangan menyelesaikan persoalan Kongres Luar Biasa (KLB) yang ingin melengserkan kepemimpinan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) melalui kacamata hukum. Adapun, persoalan itu muncul setelah KLB yang berlangsung di Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021) memilih Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko menjadi ketua umum Partai Demokrat.
Namun, kubu AHY menganggap KLB tersebut ilegal dan inskonstitusional karena tidak sesuai AD/ART partai. Bahkan, KLB tersebut diselenggarakan oleh kader yang sudah dipecat dari Partai Demokrat. "Untuk kasus KLB atau klaim KLB Partai Demokrat di Deli Serdang itu, pemerintah akan menyelesaikan berdasar hukum."
"Apa berdasar hukum? Yaitu sesudah ada laporan bahwa itu KLB," kata Mahfud, dikutip dari rekaman video yang dibagikan Humas Kemenko Polhukam, Minggu (7/3/2021). Menurut Mahfud, hingga saat ini pemerintah tidak akan menganggap hasil KLB yang diadakan di Deli Serdang, Sumatera Utara itu. Pemerintah, kata Mahfud, baru akan menyelesaikan persoalannya dengan perspektif hukum bila kubu kontra AHY melapor. "Sampai dengan saat ini pemerintah tidak menganggap, setidak tidaknya secara hukum tidak tahu ada KLB atau tidak."
"Secara hukum ya, meskipun telinga kita mendengar, mata melihat, tapi secara hukum kita tidak bisa mengatakan itu KLB sebelum dilaporkan secara resmi hasilnya kepada pemerintah," kata Mahfud. Lebih lanjut, Mahfud mengatakan, pemerintah akan langsung memproses dengan transparan persoalan ini setelah menerima laporan adanya KLB kubu kontra AHY. Menurutnya, penyelesaian kisruh KLB Demokrat ini, satu di antaranya ada di dalam AD ART Partai Demokrat yang dilaporkan pada 2020.
"Oleh sebab itu, nanti, ini akan ditangani secara hukum oleh pemerintah manakala nanti sudah dilaporkan oleh penyelenggaranya." "Sehingga pemerintah mendapat laporan, oh ada dua KLB," jelasnya. Di sisi lain, Mahfud MD mengatakan, hingga saat ini pemerintah menganggap belum ada Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Deli Serdang Sumatera Utara.
Hal itu lantaran pemerintah belum menerima pemberitahuan resmi dari Partai Demokrat terkait KLB tersebut. "Sampai dengan saat ini pemerintah itu menganggap belum ada kasus KLB Partai Demokrat. Kongres Luar Biasa. Karena kan kalau KLB mestinya ada pemberitahuan resmi sebagai KLB, pengurusnya siapa." "Sehingga yang ada di misalnya di Medan itu ya kita anggap sebagai temu kader yang itu tidak bisa dihalangi," kata Mahfud dalam keterangan video yang disampaikan Tim Humas Kemenko Polhukam pada Sabtu (6/3/2021).
Namun demikian, kata Mahfud, pemerintah akan melanggar ketentuan pasal 9 Undang Undang (UU) Nomor 9 tahun 1998 tentang kebebasan menyatakan pendapat jika menghalangi pertemuan tersebut. Dalam UU tersebut, kata Mahfud, dikatakan bahwa boleh orang berkumpul mengadakan di tempat umum itu asalkan memenuhi syarat syarat tertentu. Di antaranya pertemuan bukan dilakukan di Istana Negara, tempat ibadah, sekolah, rumah sakit, atau arena obyek vital.
Sehingga kalau ditanya apakah sah KLB di Medan atau di Deli Serdang Medan, kata Mahfud, pemerintah tidak bicara sah dan tidak sah sekarang. Hal itu karena, kata Mahfud, bagi pemerintah belum ada secara resmi laporan tentang KLB itu dan dengan demikian tidak ada masalah hukum. "Sekarang, pengurusnya yang resmi di kantor pemerintah itu adalah AHY putra Susilo Bambang Yudhoyono. Itu yang sampai sekarang," kata Mahfud.
Seperti diketahui, terpilihnya Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko menjadi Ketua Umum Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) berbuntut panjang. Sejumlah pihak yang ikut menanggapi persoalan ini mengaku khawatir. Hal itu lantaran keterlibatan Moeldoko dalam kekisruhan di Partai Demokrat bisa menyeret nama Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Alhasil, sejumlah pihak sampai menuntut agar Presiden mencopot jabatan Moeldoko sebagai Kepala Staf Kepresidenan. Satu di antaranya seperti Dewan Pimpinan Nasional Komunitas Banteng Asli Nusantara (DPN KOMBATAN). Mereka meminta Presiden Jokowi mencopot Moeldoko dari posisi Kepala Staf Kepresidenan (KSP).
Ketua Umum KOMBATAN, Budi Mulyawan menyebut Pemerintahan Presiden Jokowi berpotensi terseret persoalan Partai Demokrat secara menyeluruh. Hal itu lantaran Moeldoko masih mengemban jabatan sebagai KSP. "Pada akhirnya kisruh ini berpotensi menyeret pemerintahan Jokowi secara keseluruhan."
"Yang intinya Pemerintahan Jokowi akan terseret seret masalah yang sebenarnya bukan "Perang mereka," kata Budi Mulyawan dalam keterangannya kepada , Minggu (7/3/2021). "Karena jabatan Moeldoko sebagai Kepala KSP melekat dengan dirinya saat ini," tambahnya. Budi mengatakan, bila pemerintahan terseret seret kisruh Partai Demokrat, tidak menutup kemungkinan ritme kerja akan sangat terganggu.
"Hal itu sudah hampir dapat dipastikan bakal mengganggu kinerja dan ritme Pemerintah dalam mengatasi masalah krusial yang sedang dihadapi saat ini," ujar Budi. Atas dasar itu, KOMBATAN meminta Presiden Jokowi segera mencopot Moeldoko dari posisi Kepala Staf Kepresidenan. "Dalam rangka memastikan terwujudnya Visi dan Misi Presiden Jokowi, meminta atau merekomendasi kepada Presiden Jokowi untuk Mencopot Jabatan Kepala KSP yang diemban oleh Moeldoko," tegas Budi Mulyawan.